Kamis, 10 September 2015

Cerpenku (Hentakan Pintu)


Hentakan Pintu

            Hembusan angin di sabtu malam ini bagaikan sebongkah es batu yang menusuk ke dalam tulang dan menari-nari berlarian ke ruas-ruas sendi di dalam tubuhku. Dibawah pijaran lampu aku masih teringat tentang kejadian siang tadi. Pikiranku masih menerawang jauh kesana.
            Awalnya suasana di lab.ku sangat ramai diselingi dengan canda tawa teman-teman sekelasku begitu pun denganku. Kami asik bercerita, bersenda gurau, bercanda tawa dengan para sahabatku.
            Di tengah keramaian tiba-tiba ada seorang lelaki dengan wajah merah dipenuhi rasa amarah kecewa dan sebal menghampiriku. Dia membentakku sembari membanting keras-keras hp kearahku. Tangannya menggenggam seakan ingin menamparku, sorotan bola matanya yang tajam seolah ingin melahapku mentah-mentah. Lantangan suaranya bak sambaran petir yang dahsyat menggetarkan seisi ruangan, merasuk ke dalam jiwaku.
Lalu dia berlalu sambil mendobrakkan pintu, hantamannya begitu keras menggelegar sampai ke sudut ruang di laboratorium itu. Mulutku masih menganga melihat peristiwa itu, seakan tak percaya, tak sepatah kata pun dapat keluar dari mulutku, tenggorokkanku kering seketika sehingga mengeluarkan suara pun aku tak bisa. Denyut jantungku seakan berhenti berdetak.
Serentak seluruh penghuni kelas pun diam membisu, seolah ikut merasakan apa yang tengah aku rasakan. Suasana kelas menjadi hening. Tak terasa setetes demi setetes hingga membentuk linangan air mata pun mengalir deras ke pipiku layaknya air terjun di sedudo. Saat itu aku menangis terisak-isak dengan perasaan campur aduk kayak es campur, tapi kali ini rasanya tak semanis es campur di depan sekolah.
Rasanya aku ingin menangis sekencang-kencangnya. Aku takut melihatnya, takut bertatap muka dengannya lagi. Seseorang yang selalu menebar senyumannya dan tak pernah menunjukkan amarahnya ke semua orang seketika berubah menjadi sebuah monster yang menyeramkan. Dia bisa semarah itu, marahnya lebih mengerikan daripada seganas-ganasnya ekspresi harimau yang sedang menerkam mangsanya. Dan baru pertama kali aku melihatnya marah dan itu semua disebabkan hanya gara-gara soal cinta.
Ternyata oh ternyata, cinta bisa membuat seseorang yang hatinya lembut bagaikan sutra menjadi buas bagaikan serigala. Lebih dari seekor serigala yang paling buas ketika sedang terbakar api cemburu, begitupun sebaliknya. Yah, itulah cinta, keberadaannya yang penuh dengan misteri yang sampai sekarang belum ada yang sukses memecahkan misteri satu ini. bahkan seorang ilmuan antariksa yang sanggup mempelajari komposisi planet lengkap dengan sistematika urutannya pun tidak sanggup mempelajari rumitnya komposisi yang ada di dalam cinta secara detail. Dan bahkan, seorang Aristosteles yang bisa memecahkan rumus-rumus fisika yang serumit membuat otak pusing tujuh keliling itu pun tak bisa memecahkan teka-teki serta rumus-rumus yang terdapat di dalam cinta. Sisi segitiga bisa diukur dengan rumus Phytagoras tapi sisi negatif seseorang apabila sedang cemburu belum bisa diukur dengan alat secanggih apapun. 

2 komentar:

  1. Karena cinta bukan field di science, orang sepintar albert einstein pun belum tentu bisa buat bakso enak. :v

    BalasHapus