Hentakan
Pintu
Hembusan angin di sabtu malam ini bagaikan sebongkah
es batu yang menusuk ke dalam tulang dan menari-nari berlarian ke ruas-ruas
sendi di dalam tubuhku. Dibawah pijaran lampu aku masih teringat tentang
kejadian siang tadi. Pikiranku masih menerawang jauh kesana.
Awalnya
suasana di lab.ku sangat ramai diselingi dengan canda tawa teman-teman
sekelasku begitu pun denganku. Kami asik bercerita, bersenda gurau, bercanda
tawa dengan para sahabatku.
Di
tengah keramaian tiba-tiba ada seorang lelaki dengan wajah merah dipenuhi rasa
amarah kecewa dan sebal menghampiriku. Dia membentakku sembari membanting
keras-keras hp kearahku. Tangannya menggenggam seakan ingin menamparku, sorotan
bola matanya yang tajam seolah ingin melahapku mentah-mentah. Lantangan
suaranya bak sambaran petir yang dahsyat menggetarkan seisi ruangan, merasuk ke
dalam jiwaku.
Lalu dia berlalu sambil
mendobrakkan pintu, hantamannya begitu keras menggelegar sampai ke sudut ruang
di laboratorium itu. Mulutku masih menganga melihat peristiwa itu, seakan tak
percaya, tak sepatah kata pun dapat keluar dari mulutku, tenggorokkanku kering
seketika sehingga mengeluarkan suara pun aku tak bisa. Denyut jantungku seakan
berhenti berdetak.
Serentak seluruh
penghuni kelas pun diam membisu, seolah ikut merasakan apa yang tengah aku
rasakan. Suasana kelas menjadi hening. Tak terasa setetes demi setetes hingga
membentuk linangan air mata pun mengalir deras ke pipiku layaknya air terjun di
sedudo. Saat itu aku menangis terisak-isak dengan perasaan campur aduk kayak es
campur, tapi kali ini rasanya tak semanis es campur di depan sekolah.
Rasanya aku ingin
menangis sekencang-kencangnya. Aku takut melihatnya, takut bertatap muka
dengannya lagi. Seseorang yang selalu menebar senyumannya dan tak pernah menunjukkan
amarahnya ke semua orang seketika berubah menjadi sebuah monster yang
menyeramkan. Dia bisa semarah itu, marahnya lebih mengerikan daripada
seganas-ganasnya ekspresi harimau yang sedang menerkam mangsanya. Dan baru
pertama kali aku melihatnya marah dan itu semua disebabkan hanya gara-gara soal
cinta.
Ternyata oh ternyata,
cinta bisa membuat seseorang yang hatinya lembut bagaikan sutra menjadi buas
bagaikan serigala. Lebih dari seekor serigala yang paling buas ketika sedang
terbakar api cemburu, begitupun sebaliknya. Yah, itulah cinta, keberadaannya
yang penuh dengan misteri yang sampai sekarang belum ada yang sukses memecahkan
misteri satu ini. bahkan seorang ilmuan antariksa yang sanggup mempelajari
komposisi planet lengkap dengan sistematika urutannya pun tidak sanggup
mempelajari rumitnya komposisi yang ada di dalam cinta secara detail. Dan
bahkan, seorang Aristosteles yang bisa memecahkan rumus-rumus fisika yang
serumit membuat otak pusing tujuh keliling itu pun tak bisa memecahkan
teka-teki serta rumus-rumus yang terdapat di dalam cinta. Sisi segitiga bisa
diukur dengan rumus Phytagoras tapi sisi negatif seseorang apabila sedang
cemburu belum bisa diukur dengan alat secanggih apapun.
Karena cinta bukan field di science, orang sepintar albert einstein pun belum tentu bisa buat bakso enak. :v
BalasHapusHaha iya kak benar sekali :v
Hapus